Daun, Koran Bekas, Ayat Ayat Cinta dan Gelang Karet Pengamen di Idul Fitri

Sholat Ied raka’at terakhir, ketika sujud diatas sajadah sehelai daun itu : Daun yang masih muda tapi harus mendahului gugur. Terima kasih P. Furqon Hidayatulloh yang telah memberikan inspirasi dengan kutbah Ied di sepanjang jalan Rajiman Coyudan. Ternyata untuk menjadi bijaksana itu memang harus cerdas dan panjang akal. Sehingga akan berhasil memaknai semua kejadian yang ada. Daun itu masih muda. Dan dia sudah gugur, entah kapan, cepat atau lambat umur berapapun kitapun juga musti siap-siap menghadap Sang Khaliq.

Sholat Ied berakhir, disekitar sajadah lautan sampah koran bekas terhampar. Saya mendapat jawaban yang beragam tentang fenomena tersebut :

  1. Mereka sudah membayar melalui kotak amal yang diputar keliling, nah sumbangan infaq tersebut sudah termasuk include biaya bersih-bersih koran oleh panitia sholat Ied
  2. Mereka sudah melalukan perbuatan yang “mulia” yaitu memberikan rejeki kepada pemulung koran . Waduh….
  3. Memang ini kebiasaan kolektif masyarakat kita.

Satu lagi yang saya nggak punya gambar aslinya : Pengamen dan 7 gelang karetnya ( 5 berwarna hitam dan 2 berwarna reggae). Gambarnya saya ganti dengan gambar Ayat-Ayat Cinta saja ya… Habis sholat, mendengar anak setengah baya memainkan lagu ayat-ayat cinta nya Rossa dengan gitar kecil. Entah karena lagunya atau karena pengamennya, saya berhenti dan mengajak dia berdiskusi sebentar. Saya kaget dan setengah geli tapi senang dengan kepolosan nya.

Ini mustinya disensor, saya amati gitarnya ada stiker yang tulisannya “Hidup ini bagai Penis, kadang keras kadang lunak, kadang diatas kadang dibawah” ( maaf porno). Tapi ini harus saya tuliskan untuk menggambarkan betapa mereka berbicara apa adanya dan lugas. Dia cerita masih ada Ortu dan saudara tapi gak pernah bisa ketemu. Mereka pergi. Terus piye? Pokoknya pertanyaannya saya persis orang bodoh yang nggak ngerti banyak hal. Kamu pengen ketemu mereka?kamu dapat uang dari mana? kamu ngamen buat apa? Kamu kenapa nggak sekolah? Uang nagamenya buat apa?

Stress saya…., jawabnya sederhana: uang nya buat beli es teh dan rencana mau beli HP kl kumpul banyak. Lha wong saya ini harusnya masih diurusi bapak ibu saya kok sekarang saya harus hidup sendiri. Kalau kamu saya beri HP mau nggak ? atau saya beri uang dan nggak usah kamu ngeluyur begini atau ngamen? Jawabnya cuek :”Nggak mau”. Aneh ini….

Ok, kalau begitu, saya beli gelang karet hitam kamu Rp 1000,- per gelang. Masih tetap gak mau. Tawaran saya naikan Rp. 5000,- per gelang baru mau dilepas 4 gelang karet hitamnya. Deal : Rp. 20.000,-

Dia agak keberatan ketika saya minta lagi gelang regae nya dan satu gelang yg bertuliskan LP. Akhirnya negosiasi berhenti di angka Rp. 10.000,- per gelang. Sehingga 3 gelang + 1 gelang LP berharga Rp. 40.000,-. Total uang yang dia akhirnya mau terima dan ditukar dengan “perhiasan” adalah : Rp. 70.000,-.

Akhirnya, siapa yang mau peduli ke dia? Sutanto saja hanya peduli pas Idul Fitri diluar hari itu , walah biasa cuma ngasih Rp. 100,- dari jendela mobilnya itupun kalo pas berhenti di lampu merah. Sutanto…., bentar lagi kamu bisa juga mati seperti daun yang gugur meski masih muda. Sutanto…, tertiblah meski Alloh tidak melihat kamu setiap saat (jangan tinggalkan sampah koran samunya sendiri) dan Sutanto ….hidupmu bukan hanya untuk dirimu saja. jangan EGOIS !