Grote Postweg Marsekal Daendels 1808-1810

Catatan ini saya tulis ketika melewati lintasan gunung Telomoyo sekitar Grabag Magelang menuju ke Soropadan Temanggung tgl 26 juni 2010 jam 07.30.

Saya melihat hamparan hutan Bamboo disepanjang gunung , dan hampir di setiap pinggir jalan saya melihat potongan bambbo dengan tempelan tulisan : DIJUAL untuk USUK dan RENG. Pada saat yang bersamaan saya buka : http://www.alibaba.com/product-gs/50095234/Bamboo_Flooring.html dengan gambar yang eksotis :

Dengan harga yang sangat fantastis : US $10-18 per m2

Kesimpulan saya sementara : Ada yang salah dalam management negara ini….

Fakta Sejarah :

Karaeng Pattingalloang adalah perdana mentri dan penasehat utama Sultan Muhammad Said (1639-1653) memesan : 2 bola dunia yang kelilingnya hingga 160 inchi terbuat dari kayu atau tembaga, sebuah peta dunia yang besar dengan keterangan dalam bahasa spanyol, portugis dan latin, sebuah atlas yang melukiskan seluruh dunia, 2 buah teropong dengan tabung logam yang ringan, sebuah suryakanta yang besar dan 12 belas prisma segitiga untuk mendekomposisi cahaya, 40 buah tongkat baja kecil serta bola dari baja atau tembaga. Setelah 3 tahun ditunggu, pada tanggal 15 februari 1648 benda2 tersebut akhirnya dikirim ke Makasar. Barang-barang “langka” tersebut ditukar dengan 11 bahar kayu cendana seharga 60 real tiap bahar sebagai uang muka. (Denys LOMBART : Le Carrefour Javanais)

Meenjelang PD I, mata dagangan Ijzer en Staal adalah yg terbesar produk yang diimpor oleh Belanda : 6.550.000 Gulden tak kurang dari 5.695.000 Gulden darinya adalah untuk Pulau Jawa. Besi yang jaman dulu dipakai membuat senjata makin lama digunakan sebagai alat pertanian yang akhirnya digunakan untuk membabat hutan di Tanah Jawa yang mengubah sama sekali wajah pulau Jawa.

Kesaksian Charles Francois Tombe, seorang perwira prancis yang ditugasi oleh Daendels untuk membuat peta di tanah Jawa : Dari jalan setapak Mataram menjadi Jalan Pos Raya Daendels bahwa adalah cukup beralasan dengan pertimbangan strategi ekonomi kolonial agar budidaya kopi bisa berkembang dengan biaya angkut yang dapat ditekan dengan murah melalui lintas darat. Meskipun jalan tersebut tidak dapat menahan pendaratan Inggris di Jawa, namun jalan tersebut telah mengubah kondisi kehidupan ekonomi dan pemerintahan di Jawa. Karena munculnya jalan-jalan penyambung ke daerah yang masih perawan, munculnya pedagang-pedagang perantara, dan dibukanya perkebunan dan persawahan baru.

Miss Presepsi

Jalan Daendels adalah sebuah karya seperti membangun piramyde di Mesir. Bahkan Pramudya Ananta menuliskan sebagai sebuah genosite yang telah membantai 12.000 nyawa orang Jawa.

Raffles dengan Culture stelsel-nya adalah sebuah Tanam Paksa yang membebani petani -petani di tanah Jawa. Disisi lain, sampai hari ini masih kita jumpai bangunan Belanda, perkebunan Belanda, pabrik Belanda masih eksis di Pulau Jawa dengan tata kelola dan bangunan yang kokoh. Bahkan kalau ada bangunan yang masih berdiri dengan gagahnya orang mengatakan “itu bangunan Londo”. Lha apa orang kita kalau bikin sesuatu tidak bisa seperti mereka ?

Saya yakin benar, meski Belanda bertangan besi dibalut beludru, apa yang dilakukan Daendels dan Raffles adalah menata sebuah management. Jawa ini butuh tatakelola yang baik, tidak hanya serimonial, nyata dan menyentuh langsung kepada petani miskin. Hipotesa saya terbukti : Bahawa sampai hari ini dunia masih membutuhkan rempah-rempah dari tanah jawa www.javaagro.com namun sangat pardoksial, sudah 65 tahun merdeka, tata kelola penanaman dan tata niaga komoditi masih sangat amburadul. Permintaan buyer atas komoditi agro dalam kuantitas yang cukup besar sulit sekali untuk dipenuhi. Solusinya adalah, apakah kita perlu panggil kembali Belanda untuk mengatur tanah Jawa ini? pastinya TIDAK. Untuk itu diperlukan sebuah karya monumental “Grote Postweg” dan “Culture Stelsel” dari Daendels-Deandels dan Rafles-Rafles pribumi guna menggali harta karun yang masih berada dibawah piramida.